Mengenai Saya

Foto saya
Depok, Jawa Barat, Indonesia
Berbagi Hidup Dengan Alam, Dengan Mengenal Alam Kita Dapat Membuka Mata Untuk Melihat Dan Merasakan Kehidupan Yang Terjadi Di Bumi Ini. Di Sana Ada Keindahan, Kecantikan, Kedamaian, Kekayaan, Kebahagiaan, Tetapi Ada Pula Kejahatan, Kemiskinan, Dan Kesedihan. Mengenal Alam Mengajarkan Kita Akan Kebesaran Ciptaan Sang Ilahi

Jumat, 25 Januari 2013

Kisah Perjalanan Menuju Puncak Mahameru

Berawal dari niat dan tekad yang kuat 5 orang cowo yang ingin menjejakkan kaki di gunung berapi tertinggi di pulau Jawa atau yang lebih dikenal dengan puncak Mahameru. Mahameru memiliki ketinggian 3.676 meter dari permukaan laut (mdpl). Pertualangan dimulai tanggal 28 September 2012 dari Depok menuju Cikampek, disana saya bertemu keempat teman saya yaitu Kusno, Kiply, Robin, dan Meka. Kereta Api yang akan mengantarkan kami ke Malang berangkat dari stasiun Bandung dengan waktu keberangkatan pukul 15:30 WIB, dengan waktu yang terbatas kami pun melanjutkan perjalanan dari Cikampek menuju Bandung dengan menggunakan fasilitas mobil kantor keempat teman saya tersebut. Setibanya di stasiun Bandung jam sudah menunjukan pukul 15:25 WIB tidak ingin terlambat kami langsung bergegas masuk ke stasiun, di dalam stasiun kereta Malabar sudah tersedia dijalur 6. Kereta Malabar dengan nama panjang Malang Bandung Raya ini memiliki 3 kelas diantaranya 3 gerbong kelas eksekutif, 3 gerbong kelas bisnis, 3 gerbong kelas ekonomi dan kami berada digerbong ekonomi dengan tarif Rp.180.000 perorang dengan rute Tasikmalaya, Kroya, melintasi Jogja pukul 01:00 WIB, Madiun, Kediri, melintasi Blitar pukul 06:00 WIB kereta yang kami tumpangi beberapa kali melintasi bukit-bukit, terowongan yang cukup panjang dan yang membuat kami berlima bertanya-tanya yaitu pemandangan sebuah waduk yang entah apa nama waduk tersebut kami tidak mengetahuinya. Dari pintu gerbong kereta mata saya kembali disuguhi pemandangan persawahan yang begitu luas dengan butir-butir embun disekitarnya dan sorotan matahari pagi menambahkan kesan akan indahnya alam negeriku ini.


Kereta Malabar tiba di Stasiun Malang pukul 08:00 WIB, dari stasiun kami langsung melanjutkan perjalanan menggunakan angkot dengan tarif Rp.10.000 perorang menuju Pasar Tumpang, perjalanan ke Tumpang memakan waktu sekitar 1 jam. Tiba di Pasar Tumpang pukul 09:00 WIB kami beristirahat sejenak sambil mencari sarapan pagi dan juga kendaraan jeep yang akan membawa kami ke desa terakhir yaitu Ranu Pani. Selesai sarapan kami mulai menaiki jeep yang membawa 17 orang pendaki dengan tarif Rp.450.000 perjeep, 1 diantaranya adalah wanita yang duduk disamping supir. Perlahan jeep mulai menanjak melintasi perumahan penduduk yang sebagian besar dihalaman depan rumahnya ditanami pohon apel, mungkin itu yang membuat Kota Malang terkenal dengan apel nya. Jalanan yang terus menanjak dan semakin mengecil membuat perjalanan kian menantang, terlebih lagi dikiri dan kanan jalan terdapat jurang tinggi yang membuat jantung berdebar-debar. Ditengah perjalanan jeep yang kami tumpangi berhenti sejenak untuk sekedar foto-foto dan menikmati indahnya pemandangan padang savana Gunung Bromo. Setelah puas menikmati padang savana perjalanan dilanjutkan kembali menuju Ranu Pani yaitu desa terakhir dikaki Gunung Semeru. Di Ranu Pani terdapat danau yang berukuran 1 ha dengan ketinggian 2.200 mdpl dan juga pos penjagaan, disini kami mendaftarkan ijin pendakian yang sekaligus menjadi pintu gerbang dari Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.


Kami memulai pendakian pukul 13:00 WIB, sebelum mendaki tak lupa kami berdo'a demi keselamatan saat mendaki. Awal mendaki kami melintasi perkebunan penduduk, langkah demi langkah kami terus menyusuri jalan setapak sesekali kami berhenti untuk mengatur nafas dan disaat itu burung-burung hutan sering kali melintasi kami, seolah-olah mereka menyapa kami dengan kicauannya. Semakin jauh kami meninggalkan ranu pane semakin indah pula pemandangan selama perjalanan, kami melihat di kiri jalan terdapat awan yang seolah-olah berada disamping kami, saya pun terpesona melihatnya dan segera mengabadikannya dengan kamera kesayangan saya. Setelah puas motret kami langsung bergegas melanjutkan perjalanan, karena sinar matahari perlahan mulai menghilang, sampai pada waktu yang tepat pukul 18:00 WIB dari atas bukit kami terkejut melihat sebuah danau dengan ukuran 14 ha dengan ketinggian 2.400 mdpl yang dikenal dengan sebutan Ranu Kumbolo, di pinggiran danau kami beristirahat sejenak sambil menikmati dinginnya kabut Ranu Kumbolo. Rasa lelah mendaki selama 4 jam terbayarkan dengan keindahan Ranu Kumbolo. Rasa lapar membuat kami memutuskan untuk masak-masak, diselingi dengan menyeruput hangatnya susu kami membuka obrolan santai apakah melanjutkan perjalanan atau mendirikan tenda disini, dan akhirnya kami berlima sepakat untuk mendirikan tenda dan bermalam dipinggiran danau Ranu Kumbolo dengan berselimutkan jaket dan sleeping bag yang kami persiapkan.



Pemandangan Menuju Ranu Kumbolo



Sunrise Ranu Kumbolo


Pagi hari pukul 05:00 WIB kami dibangunkan oleh dinginnya udara disekitar Ranu Kumbolo, meskipun udara diluar tenda sangat dingin kami tidak mau melewatkan kesempatan untuk menyaksikan matahari terbit yang keluar dari sela-sela bukit. Saya bergegas keluar dari tenda dan berdiri sejenak tepat dipinggir danau sambil memejamkan mata saya menghirup dalam-dalam segarnya udara pagi di Ranu Kumbolo, disaat itu pula matahari pagi perlahan mulai menyapa kami dengan kehangatan sinarnya. Cuaca pagi di Ranu Kumbolo sangat cerah, hal itu yang membuat saya langsung mengeluarkan kamera dari dalam tas dan menjelajah disekitar Ranu Kumbolo demi mendapatkan foto sebaik mungkin. Dari balik tenda saya berjalan keatas bukit yang sekilas mirip dengan bentuk hati, mungkin inilah yang menjadikan bukit ini dinamakan Tanjakan Cinta yang konon mitosnya jika kita berhasil berjalan keatas bukit ini tanpa menoleh kebelakang maka permohonan kita akan terkabul. Pemandangan dari atas bukit Tanjakan Cinta sangat indah, dari sini kita bisa melihat luasnya danau Ranu Kumbolo, bukit-bukit kecil yang indah bagaikan berada di film anak-anak, dan tenda-tenda para pendaki dipinggir danau. Setelah puas mendapatkan foto saya kembali menuruni bukit menuju tenda, sambil berjalan saya bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena masih diberikan kesempatan untuk menikmati alam yang indah ini dalam keadaan sehat.



Tanjakan Cinta




Bukit Teletubies Ranu Kumbolo



Ranu Kumbolo Dilihat Dari Tanjakan Cinta


Pukul 09:00 WIB kami memutuskan untuk membongkar tenda, dan disaat membongkar tenda teman saya kusno menemukan lokasi yang pas untuk membersihkan diri, dimana tempat tersebut letaknya cukup jauh dari keramaian para pendaki lainnya. Ditempat ini Saya, Kiply, Robin, Kusno hanya mencuci muka dan gosok gigi sedangkan Meka mencoba merasakan segarnya air dengan mandi dipinggiran danau. Dilokasi ini kami juga berfoto ria, karena disini terdapat runtuhan batang kayu besar yang ujungnya menjorok ketengah danau sehingga menguji tantangan kami ingin mencoba mencapai ujung dari batang tersebut. Setelah puas foto dan bersih-bersih kami melanjutkan perjalanan melintasi bukit Tanjakan Cinta, didepan bukit ini terbentang padang savana yang luas yang dinamakan Oro-oro Ombo yang memiliki arti "padang rumput yang sangat luas". Oro-oro Ombo dikelilingi bukit dan gunung dengan pemandangan yang sangat indah, namun sayang karena kami datangnya disaat musim kemarau jadi sebagaian rumputnya kering. Panasnya matahari membuat kami ingin selalu menenggak segarnya air putih yang telah kami siapkan dari Ranu Kumbolo karena sumber air selanjutnya berada di Kalimati. Akhirnya sampai lah kami di Cemoro Kandang yang merupakan bagian dari hutan cemara, disini kami istirahat sejenak melepas lelah. Perjalanan kami lanjutkan melintasi Jambangan dan beristirat di Kalimati pukul 12:00 WIB yang berada pada ketinggian 2.700 mdpl, disini terdapat pos di tepi hutan cemara yang dijadikan tempat peristirahatan para pendaki dan juga terdapat mata air sumber mani. Di sela waktu yang lain beristirahat Saya dan Kusno mengambil air dengan berjalanan kearah barat (kanan) menelusuri pinggiran hutan Kalimati sampailah kami di sumber air yang keluar dari celah-celah tanah bebatuan, dengan waktu jarak tempuh sekitar 1 jam pulang pergi.



Oro-Oro Ombo



Edelweis Kalimati Mahameru


Perjalanan dari Kalimati menuju Arcopodo dilanjutkan pukul 14:30 WIB dengan melintasi padang rumput kemudian jalan sedikit menurun dan selanjutnya adalah jalanan yang terus menanjak. Disinilah tenaga kita cukup terkuras dan banyak beristirahat karena kita tidak lagi menemukan jalan datar apalagi menurun. Selama kurang lebih dua jam setengah mendaki sampailah kami di akhir pos pendakian sebelum seseorang mencapai puncak semeru, yaitu Arcopodo yang berada diketinggian 2.900 mdpl yang merupakan wilayah vegetasi terakhir di Gunung Semeru, disini juga terdapat dua buah Arca Kembar. Di Arcopodo kami membuka tenda dan dilanjutkan dengan masak teh dan susu hangat cukup untuk menghangatkan tubuh kami yang udaranya makin dingin. Disini juga terdapat tenda-tenda para pendaki yang ingin melanjutkan perjalanan ke Puncak Mahameru. Tepat pukul 20:00 WIB dengan berselimutkan jaket dan sleeping bag kami beranjak tidur untuk melepas lelah dan mempersiapkan fisik yang akan kami hadapi dini hari nanti. Jam 01:00 WIB saya terbangun dengan panasnya udara di dalam tenda dan jailnya tikus gunung yang melintas mengenai pinggiran tenda. Satu persatu dari kami mulai beranjak bangun dari tidur lelah yang dilanjutkan dengan membuat teh dan susu hangat untuk menambah stamina kami. Tepat pukul 02:00 WIB kami mulai mendaki menuju puncak mahameru, tas dan barang-barang lainnya kami tinggalkan didalam tenda hanya jaket, dompet, hp, kamera, dan senter yang kami bawa karena jalur selanjutnya merupakan jalur terberat selama pendakian di Gunung Semeru.


Sebelum mendaki tak lupa kami berdo'a kepada Tuhan YME demi keselamatan saat mendaki. Perlahan namun pasti kami mulai mendaki meninggalkan Arcopodo terus menanjak melewati lereng-lereng terjal berbatu dan berpasir dengan tingkat kemiringan 60 sampai 80 derajat. Disini kita harus lebih hati-hati karena kondisi jalan yang berpasir membuat kita cepat kelelahan, kami pun sering kali beristirahat sejenak untuk mengatur nafas. Waktu sudah menunjukkan pukul 05:00 WIB sambil mengatur nafas saya berhenti sejenak terkejut dengan indahnya pemandangan disebelah kiri terdapat cahaya matahari berwarna kuning keemasan mulai napak diatas gumpalan awan. Dengan semangat yang semakin memunjak kami terus mendaki, rasa lelah hilang seketika disaat kami mencapai daratan tertinggi di Pulau Jawa pada pukul 06:20 WIB. Ketika itu pula matahari mulai muncul dari sela-sela gumpalan awan, sungguh pemandangan yang luar biasa dan saya bersyukur atas nikmat itu. Tanpa berlama-lama saya langsung mengeluarkan kamera untuk mengabadikan indahnya pemandangan dari atas Puncak Mahameru. Kami terus berputar mengitari puncak tersebut untuk mencari sudut-sudut terindah sambil berfoto ria, namun sayang waktu diatas puncak begitu singkat karena waktu sudah menunjukkan pukul 08:00 WIB yang artinya kami harus turun kembali karena pada siang hari angin condong kearah puncak yang sewaktu-waktu bisa membawa gas beracun dari kawah, namun saya merasa beruntung karena disaat sebelum turun saya melihat fenomena alam yang mungkin tidak saya lupakan karena jujur saja saya kaget mendengar suara gunung tersebut mengalami batuk kecil atau letupan kecil dari arah kawah yang mengeluarkan kepulan asap.



Merah Putih Berkibar Dipuncak Tertinggi



Sunrise Mahameru



Taman Nasional Bromo Tengger Semeru Dilihat Dari Puncak Mahameru


Perlahan kami menuruni puncak Mahameru menuju Arcopodo dengan waktu tempuh 1 jam, waktu yang sangat singkat jika dibandingkan saat kami mendaki yang mencapai waktu 4 jam. Sebelum melanjutkan perjalanan kami beristirahat sejenak ditenda yang dikelilingi hutan lebat. Pukul 10:00 WIB kami melanjutkan perjalanan dengan kondisi jalan menurun dan berdebu, sampailah kami di Kalimati pukul 11:30 WIB. Disini kami memutuskan untuk beristirahat, mengisi ulang persediaan air dan makan siang. Perjalanan kami lanjutkan kembali pukul 13:00 dengan jalanan yang cukup landai kami melintasi Jambangan, Cemoro Kandang, Oro-oro Ombo dilanjut jalan menanjak menuju Tanjakan Cinta dan tibalah kami kembali di Ranu Kumbolo pukul 16:00 WIB. Udara sejuk, ditambah kabut yang mulai menyelimuti danau membuat kami sangat menikmati peristirahatan. Dipinggiran danau kami masak ubi yang dibawa oleh Meka diselingi Kusno dan Meka yang turun ke danau untuk sekedar bermain air dan tak lupa kami berfoto ria sebelum meninggalkan Ranu Kumbolo. Sebenarnya kami masih ingin bermalam di Ranu Kumbolo, namun sayang persediaan makanan yang semakin menipis membuat kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan turun menuju Ranu Pani pukul 16:30 WIB. Melintasi jalan menurun kadang terdapat tanjakan kecil terus kami lalui hingga tiba di Ranu Pani pukul 19:30 WIB. Udara di Ranu Pani malam itu cukup dingin, kami mencoba menghangatkan tubuh dengan mampir ke salah satu rumah penduduk. Di dalam rumah tersebut kami disediakan teh panas oleh seorang nenek yang di dalam rumahnya juga terdapat tungku api yang membuat tubuh kami makin hangat. Udara yang kian dingin membuat perut terasa lapar, kami bergegas mencari warung-warung penduduk yang menjual makanan. Setelah makan kami sepakat untuk langsung turun malam ini ke Malang dengan menggunakan truk penduduk yang kami sewa.


Dari atas truk kami melihat indahnya langit yang bertabur bintang dan terang bulan seakan menambah pelengkap perjalanan malam kami menuruni Gunung Semeru. Dinginnya hembusan angin malam membawa kami tertidur lelap dan tak terasa tibalah kami kembali ke Pasar Tumpang pukul 22:00 WIB. Perjalanan dilanjutkan dengan menggunakan angkot ke Stasiun Malang, sampai di Stasiun Malang pukul 23:00WIB. Setelah melihat jadwal keberangkatan kereta yang kami tuju baru ada besok siang, kami memutuskan untuk membersihkan diri di kamar mandi pom bensin terdekat dari stasiun. Setelah puas bersih-bersih kami melanjutkan perjalanan untuk mencari tempat yang layak untuk kita beristirahat, namun tak juga dapat tempat yang kami maksud alhasil kami menggelar matras didepan toko yang berjarak tak jauh dari Stasiun Malang. Pukul 05:00 WIB kami terbangun dan kembali ke stasiun untuk membeli tiket pulang, namun loket kereta baru dibuka pukul 07:00 WIB. Tepat pukul 07:00 WIB kami memasuki loket dan segera membeli 4 tiket kereta Majapahit kelas Ac Ekonomi tujuan Jakarta dengan tarif Rp.220.000, sementara Kusno membeli tiket kereta Gajayana kelas Eksekutif tujuan Jakarta dengan tarif Rp.320.000 yang melintasi stasiun Purwokerto karena mendapatkan kabar musibah dr kampung halamannnya. Pukul 08:00 WIB tiket sudah ditangan kami bergegas mencari sarapan pagi yang dilanjutkan dengan perjalanan mengelilingi Kota Malang karena kereta yang kami tumpangi berangkat pukul 14:00 WIB. Puas mengelilingi Kota Malang kami kembali ke Stasiun pukul 12:00 WIB, rasa lapar kembali menghantui ketika kami melintas didepan warung bakso Malang yang tanpa pikir panjang kami langsung mampir untuk mencobanya. Tak terasa waktu menunjukkan pukul 13:45 WIB yang artinya kami harus memasuki stasiun dan disaat itu kami melihat penjaga tiket kereta dengan paras cantiknya membuat kami menahan laju untuk memasuki stasiun, tapi bukan karena diantara kami jatuh cinta padanya melainkan kami hanya sekedar kagum atas kecantikannya.


Tepat pukul 13:55 WIB saya, robin, dan kiply memasuki stasiun dan mencari gerbong kereta yang tertera di tiket, sedangkan Meka menyusul 5 menit dari kami memasuki gerbong. Kereta Majapahit berangkat tepat pukul 14:00 WIB meninggalkan Kota Malang dan Kusno yang keretanya berangkat lebih lama setengah jam dari kami. Diatas kereta kami kembali tersenyum lebar ketika melihat 2 wanita cantik pelayan kereta yang menawarkan makan, betapa bangganya saya dilahirkan di tanah Indonesia dengan segala keindahan dan kecantikan didalamnya. Sepanjang perjalanan kami kembali disuguhi dengan pemandangan persawahan dari balik kaca gerbong kereta. Kereta Majapahit melaju dengan rute Blitar, Kediri, Madiun, Solo, Semarang, Cirebon, dan Berakhir di stasiun Senen. Bagi saya mendaki gunung itu memiliki daya tarik tersendiri, karena dari atas puncak gunung saya dapat merasakan sesuatu hal yang besar dan kecil. Besar jika saya melihat keatas, disana ada Tuhan Yang Maha Esa yang menciptakan langit dan bumi beserta isinya dengan segala keindahannya. Kecil jika saya melihat kebawah, disana ada kehidupan, keberagaman, kebersamaan, dan cinta. Thanks to Allah SWT & Kapala